LITERASI: Sebuah Keharusan
Oleh: John Hani*)
Pengantar
Sejak UNESCO menetapkan tanggal 8 September sebagai Hari Literasi Internasional (International Literacy Day), maka kesadaran akan pentingnya membaca dan menulis menjadi bagian yang terpisahkan dari peradaban modern. Budaya “baca-tulis” memberikan manfaat yang sangat kuat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia. Banyak pendapat menyatakan bahwa budaya baca-tulis akan memberikan manfaat antara lain: 1) menguatkan sisi intelektual seseorang, 2) mengasa sisi afektif dan nurani, 3) melatih kedewasaan berpikir dan bertindak, 4) melatih kreativitas dan imajinasi, 5) menambah kosa kata, dan 6) mejunda atau mencegah kehilangan memori otak. Tentu saja masih ada manfaat yang lebih luas yang didapatkan dari kegiatan membaca dan menulis.
Sebuah ungkapan bijak mengatakan: “Jika kamu ingin melihat dunia, kamu bisa mulai dengan membaca buku (if you want to see the world, you can start by reading a book). Ungkapan ini tentu sangat isnpiratif dan motivatif. Memberikan penegasan kepada kita, bahwa membaca merupakan “pintu gerbang” mengenali dunia yang maha luas itu. Dengan membaca kita dapat mehamami apa saja, mendapatkan informasi apa saja, dan mampu mengerjakan berbagai hal. Karena sesungguhnya membaca identik dengan belajar. Siapapun yang rajin membaca, pastilah ia memiliki banyak pengetahuan.
Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa minat baca kita masih sangat rendah. Banyak dari kita yang jarang mengunjungi perpustakaan. Perpustakaan kita seringkali dikunjungi “para kecoa dan rayap”, yang merasa nyaman dengan banyaknya debu yang kotor. Kita lebih banyak mengunjugi supermarket ketimbang toko buku untuk sekedar membeli buku, kita juga lebih banyak menonton infotainmet kawin cerai ketimbang membaca buku berkualitas.
Fakta yang lebih memprihatinkan adalah berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment, diketahui minat baca siswa Indonesia masih rendah. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur, siswa Indonesia termasuk paling rendah. Tahun 2018 dari 79 negara yang disurvey, siswa Indonesia menduduki peringkat ke-74. Kemampuan siswa kita itu masih di bawah siswa Thailand yang menduduki peringkat ke-68, Malaysia peringkat ke-48, dan Singapura peringkat ke-2. Demikian pula dengan penguasaan materi dari bacaan, siswa Indonesia hanya mampu menyerap 30% dari materi bacaan yang tersaji dalam bahan bacaan.
Selain itu, masih rendahnya kemahiran membaca siswa di sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan Tim Program of International Student Assessment (PISA) Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas menunjukkan kemahiran membaca anak usia 15 tahun di Indonesia sangat memprihatinkan. Sekitar 37,6 persen hanya bisa membaca tanpa bisa menangkap maknanya dan 24,8 persen hanya bisa mengaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi pengetahuan. Demikian juga survey yang pernah dilakukan oleh UNESCO bahwa dari 1000 orang hanya 1 orang yang suka membaca. Bahkan UNESCO menyatakan tingkat baca orang Indobnesia sangat rendah, yakni berada di peringkat kedua dari bawah. (Yang dimuat dala berita onde.co, 14 Maret 2020). Provinsi NTT sebagau salah satu dari 4 provinsi yang yang memiliki tingkat literasi rendah, yakni Papua, NTB, Sulawesi Barat, dan NTT. Survei BPS di Indonesia di tahun 2013 menunjukkan bahwa orang Indonesia paling gemar nonton televisi, yakni sebanyak 91,68 persen. Sedangkan yang membaca surat kabar hanya 17,6 persen. Di negara lain, Amerika misalnya, dalam satu tahun rata-rata warganya membaca 20-50 buku per tahun dan Jepang 20-30 buku per tahun, sementara di Indonesia hanya berkisar antara nol sampai satu buku pertahun. Lalu kita berapa buku per tahun?
Apa yang mesti kita lakukan?
Anis Baswedan saat menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam berbagai kesempatan selalu menyatakan pentingnya membaca. Karena dengan membaca kita dapat mewujudkan kualitas sumber daya manusia. Dengan membaca mimpi kita tetang manusia Indonesia yang hebat, cerdas, dan berdaya saing akan terwujud. Melalui kebiasaan kita membaca, kita akan meraih mimpi besar yakni masyarakat Indonesia yang cerdas dan berdaya saing.
Bagaimana mengimpelementasikan pentingnya membaca, tentu saja dimulai dari diri kita sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, sehingga menjadi kebutuhan bersama. Di lingkungan sekolah misalnya, mulailah dengan membaca 10 menit sebelum pelajaran. Di lingkungan kantor, minimal memiliki perpustakaan mini untuk senantiasa menggelorakan semangat membaca. Jepang menjadi negara yang hebat setelah 30 tahun melakukan program membaca 10 menit sebelum pelajaran di mulai.
Dalam berbagai kesempatan, melalui himbauan baik pejabat pemerintahan dan kepala pertanghkat daerah seperti Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan meminta jajaran semua satuan pendidikan untuk terus budayakan kegiatan membaca. Membaca sebelum, selama, dan sesudah pelajaran. Membaca di sekolah, di rumah, di mana saja. Sebab dengan membaca tentu memperoleh banyak hal yang dapat memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan seseorang. Membaca bagi siswa sama artinya dengan belajar. Karena itu, tugas utama siswa adalah belajar...belajar... dan belajar....
Membaca bukanlah kebiasaan yang biasa, tetapi hal biasa yang harus dibiasakan. Harry Truman mengatakan, “Not every reader is a leader, but a leader must be a reader.” Tidak setiap kutu buku adalah pemimpin, namun setiap pemimpin haruslah kutu buku. Jadi, apa jadinya negeri kita ini jika pemimpinnya tidak menjadikan membaca sebagai rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu, kita harus belajar mencintai membaca karena membaca adalah hal yang sangat penting untuk masa depan kita dan bangsa kita. Seperti yang dikatakan oleh Milan Kudera, “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan musnah.” Maka dari itu, untuk menjauhkan bangsa kita dari kemusnahan, mari kita ciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berpikiran maju! Marilah kita mulai, dari sini, dan dari diri kita sendiri.
*) Seorang PNS di Manggarai Barat
===========================================
Biodata Penulis:
Nama : Drs. Yohanes Hani, M.Pd.
Pengalaman : 1. Pernah menjadi guru di SMAK st. Ignasius Loyola Labuan Bajo
1992 - 1993
2. Pernah menjadi Dosen UNTIM Dili 1993 – 1997
3. Pernah menjadi Dosen PGRI Kupang 2006 – 2012
Pendidikan : S1 UNDANA Jurusan Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia
S2 Universitas Negeri Yogjakarta, Jurusan Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan
Pernah menulis opini di berbagai majalah dan koran
Saat ini sebagai ASN di lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat