Bukan Pelatih tapi Guru

  • Selasa, 02 Mei 2023 - 05:42:50 WIB
  • Superadmin
Bukan Pelatih tapi Guru

Bukan Pelatih tapi Guru

Oleh: Hendrikus Genggor, M.Pd*

 

Hari ini tanggal 2 Mei 2023 kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sebagai bangsa yang besar, peringatan Hardiknas ini tentu tidak boleh berhenti pada kemeriaan perayaannya saja tetapi akan lebih bermakna jika direfleksikan dengan realita perkembangan pendidikan di tanah air saat ini. Dan salah satu elemen penting dari refleksi Hardiknas kali ini menurut hemat kami adalah tentang guru.

 

Profil Guru

Sekitar tahun 1922, Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, mendirikan Perguruan Taman Siswa dan meletakan dasar sistem pendidikannya pada semboyan Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Secara ringkas, semboyan ini memberi makna penting bagi kehadiran guru dalam perkembangan hidup seorang murid. Bahwa seorang guru harus bisa berdiri di depan sebagai pemimpin yang memberi teladan dan contoh tindakan yang baik. Ia juga harus senantiasa berada di tengah para muridnya untuk menciptakan prakarsa dan ide dan pada saatnya, ia juga berada di belakang untuk memberikan dorongan dan arahan kepada para muridnya. Dengan sistem pendidikan seperti ini Ki Hajar Dewantara (dan kita) yakin diri seorang murid akan berkembang seutuhnya.

Namun dalam beberapa tahun terakhir sering sekali kita mendengar berita tentang guru yang dipolisikan karena beragam alasan. Salah satunya yang menjadi konsen penulis adalah berita tentang guru yang dipidana karena menghukum murid (secara fisik) atas kesalahan yang diperbuat sang murid. Terlepas dari kajian hukum, fenomena ini bisa membawa kita pada dua pertanyaan reflektif. Pertama, apakah para siswa dan orang tua saat ini sudah tidak menghendaki profil guru seperti yang disebut Ki Hajar Dewantara di atas. Apakah mereka lebih menghendaki tugas guru hanya mengajar, memberi ilmu kepada para siswa. Sedangkan urusan membina dan mendidik karakter adalah urusan orang tua. Kedua, ataukah para guru saat ini memang sudah tidak lagi bisa menampilkan wajah seperti yang digambarkan Ki Hajar Dewantara itu?

Tulisan ini tidak hendak menjawab kedua pertanyaan di atas. Namun ingin mengajak para pembaca untuk merefleksikan arti peran guru dalam pendidikan dan berharap hal ini juga bisa menjadi pendorong bagi para guru untuk terus mengabdi menjadi seorang guru yang lebih professional.

Pereduksian Peran Guru

Pemberitaan yang luas tentang hukuman bagi seorang guru pada satu sisi memberi warning kepada para guru untuk selektif dalam bertindak. Mana tindakan yang wajar dilakukan untuk mendidik, dan mana yang bisa berdampak negatif. Namun pada sisi lain, pada hemat kami pemberitaan seperti ini justru telah banyak memberikan efek yang kurang baik bagi pembangunan pendidikan kita. Alih-alih mendapatkan guru yang professional, jika tidak disikapi dengan baik fenomena seperti ini malah akhirnya dapat mereduksi peran guru hanya sebatas menjadi pengajar dan pelatih para murid. Sedangkan perannya sebagai pendidik yang di dalamnya antara lain mengandung makna menegur, mengoreksi, mengkritisi, sengaja atau tidak sengaja, dalam perjalanan waktu akan “dibuang” oleh para guru agar sejalan dengan “norma” dan tidak dipolisikan para orang tua.

Hal ini tentu merisaukan; pembangunan pendidikan kita bukannya akan bertambah maju tetapi malah jatuh kembali ke lubang kesalahan yang sama seperti di era 1970-an hingga 1990-an. Dampak seperti ini menyebabkan pembangunan pendidikan kita kembali menjadi pincang. Kita akan banyak melahirkan orang pintar dan terampil namun tidak diikuti dengan berkembangnya karakter manusia yang berakhlak, bermoral, dan berbudaya. Kita menghasilkan banyak orang yang mengerti defenisi kejujuran, keadilan, dan toleransi namun tetap melakukan korupsi, kolusi, intoleran terhadap perbedaan dan sebagainya. Saya dan para pembaca tentu tidak rela anak cucu kita akan tumbuh menjadi para koruptor berdasi atau para pejubah yang intoleran.

 

Regulasi Pemerintah

 Dalam banyak literatur tentang Pendidikan telah disebutkan bahwa tugas guru adalah mendidik, mengajar, dan melatih anak didik. Sebagai pendidik, seorang guru meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Sebagai pengajar, seorang guru meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Sebagai pelatih, seorang guru mengembangkan ketrampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. Jika salah satu dari peran atau tugas itu dibuang, maka dia bukan lagi sosok guru. Dia tidak lebih dari seorang pelatih atau instruktur seperti di lembaga kursus atau bimbel.

Karena itu, ada dua hal yang hemat kami perlu dilakukan. Pertama, para pengambil kebijakan di negeri ini harus segera merevisi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen atau setidaknya menerbitkan aturan pelaksana yang lebih rigid tentang hak dan kewajiban guru. Tidak seperti undang-undang profesi lainnya, undang-undang tentang guru dan dosen beserta peraturan pelaksana yang ada saat ini memang tidak secara rinci mengatur apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan guru dalam tugasnya sebagai pendidik. Aturan ini lebih banyak mengatur hak dan kewajiban guru dalam kaitan dengan tugas sebagai seorang pengajar. Oleh karena itu, sangat mendesak untuk menerbitkan aturan yang mengatur hak dan kewajiban guru sebagai pendidik agar menjadi pedoman bagi para guru di lapangan. Kedua, para guru juga diharapkan untuk terus belajar mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan diri. Perlu sekali membangun kebiasaan merefleksi diri apakah sudah tampil menjadi seorang guru sesungguhnya; guru yang professional yang dapat digugu dan ditiru. Belajar tidak boleh berhenti ketika kita telah menyandang status sebagai seorang sarjana Pendidikan atau saat telah diangkat menjadi guru. Justru sebaliknya, hal itu harus menjadi titik awal untuk terus belajar, berinovasi dalam mengajar dan mendidik guna merespon perkembangan dunia yang sangat pesat.

Dengan dua instrument tersebut, hemat saya implementasi guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih sebagaimana telah dimulai Ki Hajar Dewantara tidak hanya sampai pada cita-cita tetapi benar-benar bisa diwujudkan. Dirgahayu Pendidikan Indonesia.

 

*Kabid GTK Dinas PKO Kab. Manggarai Barat

  • Selasa, 02 Mei 2023 - 05:42:50 WIB
  • Superadmin

Berita Terkait Lainnya

Tidak ada artikel terkait